
Judul: Tujuh Musim Setahun
Penyunting naskah: Saut Situmorang
Design sampul dan tata letak: Martinus Hanan
Penerbit: Dewata Publishing
Tebal: 231 hlm.
Cetakan pertama, April 2002
ISBN: 979-968-3505
Dapet dari: Hadiah tuker kado November Club (Thanks to Kak Dewi!)
Senang sekali bisa dapet buku ini, berkat ikutan November Club. Ya, jadi para anggota BBI yang berulangtahun di bulan November, saling bertukar kado.
Peserta wajib taruh buku impian di rak Goodreads, kemudian menunggu kado dikirimkan pada hari ulangtahun. Kali itulah saya berasa apes jadi yang paling akhir, untung bertiga sama Kak Dinoy dan Kak Ika. Eh tapi itupun, ada drama -nya juga karena kado saya ketinggalan, sehingga tidak bisa buka kado bareng, hiks.
Ternyata, giver saya, Kak Dewi, sangat baik hati dengan memberikan saya tiga buku Clara Ng sekaligus! Salah satunya, buku ini yang memang sudah sulit dicari. BAHAGIA! *peluk Kak Dewi*
Blurb buku ini menurut saya kepanjangan untuk diketik secara manual. Cari bocoran di Goodreads juga, kok kayaknya enggak nyambung, ya.
Jadilah, saya hanya akan mencantumkan sedikit saja di sini:
TUJUH MUSIM SETAHUN
adalah dongeng sebelum tidur untuk mereka yang sudah akil balik.
Pssst… sudah tidurkah Anda?
Mari, mati, tutuplah mata
dan dengarkan ceritaku…
Buku ini memiliki tujuh bab yang sepertinya dimaksudkan untuk mewakili tujuh musim tersebut. Hanya saja, saya tidak bisa dengan sungguh mengerti musim yang masing-masing bab ‘wakilkan’.
Kalau yang secara nyata memang ditulis, adalah Lara sebagai tokoh utama di bab pertama sebagai musim semi dan Mei di bab ketiga musim kemarau).
Terus kalau secara tebakan sotoy saya adalah sebagai berikut:
Selena di bab kedua sebagai musim gugur, karena ada adegan lagi nyapu daun berguguran
Nata di bab keempat sebagai musim dingin, karena memang ada adegan saat musim dingin
Michael di bab kelima sebagai musim hujan, karena saya pengen aja merasa begitu #ditendang
Phoebe dan Iris di bab keenam sebagai musim semi, karena membicarakan soal bunga
Musim ketujuh adalah..musim pancaroba
Again, itu tebakan sotoy saya dan rasanya tidak perlu dipermasalahkan lebih lanjut apakah itu benar atau tidak.
Buku ini berkisah tentang lima orang gadis yang bersahabat sejak SMA. Selain itu, bercerita juga tentang dua lelaki yang secara kebetulan menjadi kekasih Lara, secara bersamaan. Sebenarnya ini agak membingungkan saya, kenapa dua lelaki itu juga diceritakan kisahnya? Mungkin karena berhubungan dengan Lara. Jadilah saya menobatkan Lara sebagai tokoh yang diutamakan dalam kisah ini.
Seperti yang tertulis dalam blurb yang saya cantumkan, buku ini adalah cerita untuk orang dewasa. Saya heran, kok bisa-bisanya saya membaca buku ini sewaktu saya masih SD! :matabelo:
Dan yang bikin saya lebih takjub adalah kenyataan bahwa saya bisa menuntaskan buku ini sewaktu SD tanpa kebingungan. Sekarang, selesai membaca buku ini, kepala saya rasanya mau meledak karena merasa buku ini super berat. Kalau mengutip kata Kak Dewi, jangan-jangan udah terjadi degradasi otak XD
Cuma, meski saya merasa buku ini ‘berat’, kok saya tetap saja suka ya?
Saat saya menutup buku ini, saya merasa banyak sekali informasi yang saya dapatkan, serasa sedang membaca ensiklopedia mini dengan bumbu romance. Dan, saya tidak bosan membacanya walau berakhir dengan kepala cenat-cenut, enggak kuat nampung informasi sebanyak itu.
Selain itu, membaca buku ini seolah membawa kita ke pemikiran yang baru. Mengajak kita melihat segala sesuatu bukan hanya dari satu sisi, menerima perbedaan dan juga berdamai dengan diri sendiri.
Ada satu paragraf yang menarik perhatian saya, tentang pemikiran Selena soal cinta di halaman 31. Dituliskan bahwa Selena tidak suka dengan para ‘pelaku’ cinta yang berlebihan. Tapi di sisi lain, dia juga ingin menjadi bagian dari mereka, merasakan cinta.
Hanya saja, ia merasa bahwa cinta sudah dijadikan semacam komoditi. Seolah cinta memiliki tombol On/Off.
Yah, bisa dibilang kalau bab kedua, yang bercerita dari sudut pandang Selena adalah bab yang paling saya suka. Saya suka dengan cara pikir Selena. Saya suka dengan hubungannya dengan Abraham. Dan tentu saja, saya sudah menjadikan Abraham sebagai tokoh favorit saya! 😛
Membaca kisahnya, Abraham digambarkan sebagai cowok yang humoris, cerdas dan romantis. Kalau selama ini saya belum pernah tersentuh oleh adegan ‘lamaran’ di sebuah buku, Abraham berhasil membuat saya pengen teriak, “I DO, I DO, I DO!” .. padahal yang dilamar Selena #selfkeplak
Besok, kalau tidak ada aral melintang, akan saya kasih bocoran deh bagaimana kisahnya di Scene on Three, meme dari B.Zee 😛
Kalau soal quote favorit, sebenarnya ini yang saya rasakan sebagai salah satu kelemahan buku ini. Semua tokoh rasanya kuliah di jurusan filsafat dan berpemikiran yang sama, sehingga.. tidak ada pemikiran mereka yang benar-benar mencolok, dalam pengamatan saya. Semua pintar merangkai kata dan, yah, begitulah.
Tapi, saya akan menuliskan kalimat yang saya suka dari buku ini:
“Selama bersamamu, aku tidak pernah takut.” – hlm. 15
-> kelanjutan adegan ini juga agak bikin saya bingung. Apa kabarnya Alfa, ya?
“Aku nyata kalau kau berpikir aku nyata. Aku hadir kalau kau berpikir aku hadir.” – hlm. 22
“Dengan melunak, kita bisa lebih menyerap. Dengan melembut, kita bisa lebih mendapat. Ibarat spons, dengan kekosongan dapat mengisap air sebanyak-banyaknya. Bukankah demikian?” – hlm. 48
“Aku mencintaimu sampai ajal menyatukan kita kembali.”
“Aku mencintaimu sepanjang hayatku, hidup ataupun mati.”
…
“Bagaimana aku tahu bahwa kau adalah jodohku?”
“Aku mencintaimu. Kau mencintaiku. Sederhana.” – hlm. 100
“Mengapa cinta harus diatur dalam tata tertib? Coba berikan padaku bukunya, aku ingin mempelajarinya”. – hlm. 148
“Air mata dan tawa bukanlah kejadian. Ia adalah keputusanmu setiap hari.” – hlm. 159
Mengingat kalimat-kalimat tersebut membuat saya sedikit miris dan teringat suatu adegan di komik (?) yang menyatakan bahwa keabadian adalah saat kau bersama dengan orang yang kau cinta. Manusia mungkin berubah, tapi bukan berarti rasa yang pernah ada tidaklah nyata.
Oh ya, saya juga agak terganggu dengan typo yang cukup banyak ditemukan di buku ini. Terus, sepertinya ada kalimat yang hilang di buku saya di halaman 23. Sepertinya percakapan antara Lara dan Nata belum selesai dan yang tertulis di halaman itu hanya, arti yang sesungguhnya dan bukan sesungguhnya.
Saya tidak menyesal membaca ulang buku ini walau mumetnya masih berasa sampe sekarang. Seolah diingatkan alasan kita jatuh cinta dan tersadar bahwa yang kita cinta sudah berubah, tentunya menjadi lebih baik lagi.
Cheers!
Book-admirer ♥
#Untuk diikutkan IRRC, Lucky no. 14 RC dan TBRR Pile RC
Aku belum tahu adanya buku ini, buku pertamanya Clara Ng ya? Hahah keren, itu umurku masih 3 tahun kayaknya :3
LikeLike
Iya, emang buku pertama beliau.
Saya juga masih kecil pas baru pertama baca ini #ngaku2 xD
LikeLike
makasih kak buar reviewnya, tapi gambar sampulnya kurang jelas kak 🙂
LikeLike
Iya, sampulnya foto sendiri sih karena gak ada di goodreads. Susah juga cari yang versi clear ^^
LikeLike
akhh,.. walau buku ini bukan buku baru tapi begitu baca reviewnya penasaran sama isi ceritanyaaa, apalagi lamaran si Abraham u,u uhh,pasti deg-deg an sendiri dan jadi melting dan senyum-senyum sendiri pasti bacanyaaa 🙂 😀 aku penasaran banget!! >.<
LikeLike
Review yang menarik! Mbak membuat review ini menjadi komunikatif. Dengan beberapa kalimat candaan yang membuat saya sebagai pembaca tidak kaku saat membacanya 😀
Saya jadi penasaran dengan isi buku ini hehhe
LikeLike
Makasih ya, Yuni.
Semoga kesampean yaa untuk baca buku ini ^^
LikeLike
Wah, saya baru baca 1 buku karya mbak clara dan itupun hadiah workshop menulis. Dan setelah baca ini, rasa-rasanya mau coba baca yang ini,tertarik karena ada kalimat bahwa buku ini seperti ensiklopedi mini.
LikeLike
Oh ya? Baca buku apa ya?
Cara bercerita beliau itu menyenangkan sih, buat saya.
Boleh lho, dicoba baca juga 🙂
LikeLike
aku suka semua tulisan Clara Ng 😀
dan review ini aku suka banyak quote yang ditulis di sini
LikeLike
Wah, ikutan Clara Ng reading challenge yuk.
*promo tetep
LikeLike
Cheeei baca buku ini pas SD?? kan ada adegan kipas2nyaaa hahahaha…gawat neh. aku udah agak2 lupa gimana akhirnya buku ini. yang diinget cuman beberapa adegan panasnya aja. wkwkwkw
LikeLike
Emangg, Kak Astrid. Maka dari itu, aku pas baca ulang malu pada diriku sendiri saat SD, hahah..
Tapi mungkin buatku biasa aja karena aku kan udah banyak baca Mira W. juga. Terus kayaknya dulu aku enggak ngerti lesbian, dan menyangka Iris tuh cowok xD
LikeLike